Minggu, 04 Maret 2012

GAGAL JANTUNG

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
      Gagal jantung merupakan masalah dunia luas, yang menyerang lebih dari 20 juta orang. Prevalensi gagal jantung meningkat sesuai usia, menyerang sekitar 6-10% dari orang usia diatas 65 tahun. Insidennya lebih banyak pada pria dibanding wanita. Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan kelelahan (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsi jantung.
Di negara industri, penyakit jantung  koroner (PJK) menjadi penyebab utama pada pria dan wanita,yaitu sekitar 60-75% dari kasus gagal jantung. Hipertensi berperan dalam gagal jantung pada 75% pasien, termasuk pasien-pasien penyakit jantung koroner. PJK dan hipertensi, kedua-duanya sama-sama meningkatkan resiko gagal jantung. Gagal jantung merupakan akibat dari berkurangnya kontraktilitas dan daya pompa sehingga diperlukan inotropik untuk meningkatkannya dan diuretic serta vasodilator untuk mengurangi beban.
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.
Gagal jantung mengancam penderitanya dan menjadi penyebab kematian. Prevalensi ga­gal jantung di Indonesia cukup tinggi. Un­tuk menanganinya, faktor penyebabnya perlu dikenali agar dapat dicegah sedini mungkin. Ahli jantung Lukman Hakim Makmun dari Di­visi Kardiologi Fakultas Kedokteran Uni­ver­sitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) mengatakan, gagal jantung bi­sa mengakibatkan kematian, terutama pen­de­rita berusia lanjut.Kondisi ini juga menurunkan kualitas hidup pen­deritanya lantaran menimbulkan ketidak­mam­puan secara fisik. Karena itu, gagal jan­tung dan penyebab penyakitnya harus di­ke­nali sejak awal untuk dicegah dan mendapat tata laksana sedini mungkin. Menurut Lukman, di Indonesia data pre­va­lensi gagal jantung secara nasional me­mang belum ada. Namun, sebagai gam­ba­ran, di ruang rawat jalan dan inap Rumah Sa­kit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada 2006 lalu didapati 3,23 persen kasus gagal jantung dari total 11.711 pasien. Semula, cara penentuan diagnosis gagal jan­tung dilakukan dengan anamnesis dan pe­me­riksaan fisik saja. Namun sekarang de­ngan per­kem­bangan teknologi baru, diag­no­sa juga da­pat ditegakkan dengan alat bantu yak­ni eko­kar­di­ografi, foto thorax, EKG dan ka­teter Swan Ganz.
Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda – tanda klinis pada tahap awal penyakit. Perkembangan terkini memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara dini serta perkembangan pengobatan yang memeperbaiki gejala klinis, kualitas hidup, penurunan angka perawatan, memperlambat  progresifitas penyakit dan meningkatkan kelangsungan hidup.

1.2  Tujuan
  1. Mengetahui pengertian gagal jantung dan penyebabnya.
  2.  Memahami cara pencegahan dan pengobatan pada pasien gagal jantung.
  3.  Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien gagal jantung.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi dan Terminologi
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), gagal jantung kongestif  adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif paling sering digunakan kalau terjadi gagal jantung kiri dan kanan.
Menurut Kamus Kedokteran Dorland (1998:291), Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat, ditandai dengan dispneu, dilatasi vena dan edema.
Menurut Mansjoer (2001), Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.
Menurut Sylvia A Price dan Lorraine M.Wilson (1995:583), Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.
Menurut Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley (2000), gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien.
Menurut Braundwald, suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. Kadang orang salah mengartikan gagal jantung sebagai berhentinya jantung. Sebenarnya istilah gagal jantung menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan beban kerjanya. Dampak dari gagal jantung secara cepat berpengaruh terhadap kekurangan penyediaan darah, sehingga menyebabkan kematian sel akibat kekurangan oksigen yand dibawa dalam darah itu sendiri. Kurangnya suplay oksigen ke otak (Cerebral Hypoxia), menyebabkan seseorang kehilangan kesadaran dan berhenti bernafas dengan tiba-tiba yang berujung pada kematian.
Ada beberapa istilah (terminology) dalam gagal jantung, yaitu:
a.   Gagal Jantung Kongestif  (CHF: Congestive Heart Failure) adalah gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan yang terjadi bersamaan. (Brunner & Suddarth: 2002)
b.   Syok Kardiogenik adalah gagal jantung disertai curah jantung yang buruk dan perfusi jaringan yang kritis. (Boedi Soesetyo: 2003)
c.   Gagal jantung kanan adalah gagal jantung akibat kerusakan otot ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. (Aru W. Sudoyo: 2007)
d.   Gagal jantung kiri adalah gagal jantung akibat kelemahan ventrikel kiri, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru yang mengakibatkan dispnea, ortopnea, dan edema pulmonal akut. (Hudak & Gallo: 1997)
e.   Gagal jantung akut adalah serangan cepat (rapid onset) dari gejala-gejala atau tanda-tanda (symptoms and signs) akibat fungsi jantung yang abnormal. (Aru W. Sudoyo: 2007)
f.    Gagal jantung kronik adalah sindrom klinis yang kompleks yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatique, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat. (Aru W. Sudoyo: 2007)
g.   Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya. (Aru W. Sudoyo: 2007)
h.   Gagal jantung diastolic adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel.
(Aru W. Sudoyo: 2007)
i.    Forward failure adalah gagal jantung disertai curah jantung yang tidak adekuat dan penurunan perfusi jaringan sering disertai retensi cairan. (Boedi Soesetyo: 2003)
j.    Backward failure adalah gagal jantung disertai elevasi tekanan pengisian ventrikel kanan atau kiri yang menyebabkan kongesti paru dan jaringan perifer. (Boedi Soesetyo: 2003)
k.   Low output heart failure adalah gagal jantung yang disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikard. (Maurice Sokolow & Malcolm Mcllroy: 1986)
l.    High output heart failure adalah gagal jantung yang biasa ditemukan pada penurunan resistensi vascular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri, dan penyakit Paget. (Maurice Sokolow & Malcolm Mcllroy: 1986)

2.2  Klasifikasi Gagal Jantung
            Gagal jantung diklasifikasi berdasarkan beratnya keluhan dan kapasitas latihan. Mesipun klasifikasi ini tidak tepat benar akan tetapi klinis bermanfaat, terutama untuk mengevaluasi hasil terapi. Klasifikasi yang paling banyak digunakan adalah klasifikasi dari NYHA.
      Functional Classification berdasarkan New York Heart Association Classification (NYHA):
·                 Class I
Penderita penyakit jantung tanpa limitasi aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan dyspnoe atau kelelahan.
·                 Class II
Penderita penyakit jantung disertai sedikit limitasi dari aktivitas fisik. Saat istirahat tidak ada keluhan. Aktivitas sehari-hari menimbulkan dyspnoe atau kelelahan.
·                 Class III
Penderita penyakit jantung disertai limitasi aktivitas fisik yang nyata. Saat istirahat tidak ada keluhan. Aktivitas fisik yang lebih ringan dari aktivitas sehari-hari sudah menimbulkan dyspnoe atau kelelahan.
·                 Class IV
Penderita penyakit jantung yang tak mampu melakukan setiap aktivitas fisik tanpa menimbulkan keluhan. Gejala-gejala gagal jantung bahkan mungkin sudah Nampak saat istirahat. Setiap aktivitas fisik akan menambah beratnya keluhan.
 (Sharon Lewis, et al: 2000)
       Selain klasifikasi NYHA, ada juga klasifikasi menurut Killip, yaitu:
·                 I     : Tidak ada kegagalan
·                 II    : Kegagalan ringan sampai sedang
·                 III  : Edema pulmonal akut
·                 IV  : Syok kardiogenik
(Hudak & Gallo: 1997)

2.3 Etiologi
Menurut Brunner & Suddarth (2002), penyebab gagal jantung kongestif adalah:
1.     Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hiprtensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2.     Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
3.        Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4.     Peradangan dan penyakit myocardium degenerative
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5.     Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load.
6.     Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolism (mis : demam, tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalita elekttronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung
Menurut Hudak & Gallo (1997), gagal jantung kongestif disebabkan oleh:
1.     Disritmia, seperti: bradikardi, takikardi, dan kontraksi premature yang sering dapat menurunkan curah jantung.
2.      Malfungsi katup, dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang , seperti stenosis katup aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan beban volume yang menunjukkan peningkatan volume darah ke ventrikel kiri.
3.      Abnormalitas otot jantung, menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark miokard, aneurisme ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya dari aterosklerosis koroner jantung atau hipertensi lama), fibrosis endokardium, penyakit miokard primer (kardiomiopati), atau hipertrofi l uas karena hipertensi pulmonal, stenosis aorta, atau hipertensi sistemik.
4.      Ruptur miokard, terjadi sebagai awitan dramatik dan sering membahayakan kegagalan pompa dan dihubungkan dengan mortalitas tinggi. Ini biasa terjadi selama 8 hari pertama setelah infark.

2.4 Mekanisme Kompensasi Jantung
      Tubuh memiliki beberapa mekanisme kompensasi terhadap penurunan curah jantung, yaitu:
a.      Mekanisme respon darurat yang pertama berlaku untuk jangka pendek (beberapa menit sampai beberapa jam), yaitu reaksi fight-or-flight. Reaksi ini terjadi sebagai akibat dari pelepasan adrenalin (epinefrin) dan noradrenalin (norepinefrin) dari kelenjar adrenal ke dalam aliran darah; noradrenalin juga dilepaskan dari saraf. Adrenalin dan noradrenalin adalah sistem pertahanan tubuh yang pertama muncul setiap kali terjadi stres mendadak. Pada gagal jantung, adrenalin dan noradrenalin menyebabkan jantung bekerja lebih keras, untuk membantu meningkatkan curah jantung dan mengatasi gangguan pompa jantung sampai derajat tertentu. Curah jantung bisa kembali normal, tetapi biasanya disertai dengan meningkatnya denyut jantung dan bertambah kuatnya denyut jantung. Pada seseorang yang tidak mempunyai kelainan jantung dan memerlukan peningkatan fungsi jantung jangka pendek, respon seperti ini sangat menguntungkan. Tetapi pada penderita gagal jantung kronis, respon ini bisa menyebabkan peningkatan kebutuhan jangka panjang terhadap sistem kardiovaskuler yang sebelumnya sudah mengalami kerusakan. Lama-lama peningkatan kebutuhan ini bisa menyebabkan menurunnya fungsi jantung.

b.     Mekanisme perbaikan lainnya adalah penahanan garam (natrium) oleh ginjal.
Untuk mempertahankan konsentrasi natrium yang tetap, tubuh secara bersamaan menahan air. Penambahan air ini menyebabkan bertambahnya volume darah dalam sirkulasi dan pada awalnya memperbaiki kerja jantung. Salah satu akibat dari penimbunan cairan ini adalah peregangan otot jantung karena bertambahnya volume darah. Otot yang teregang berkontraksi lebih kuat. Hal ini merupakan mekanisme jantung yang utama untuk meningkatkan kinerjanya dalam gagal jantung. Tetapi sejalan dengan memburuknya gagal jantung, kelebihan cairan akan dilepaskan dari sirkulasi dan berkumpul di berbagai bagian tubuh, menyebabkan pembengkakan (edema). Lokasi penimbunan cairan ini tergantung kepada banyaknya cairan di dalam tubuh dan pengaruh gaya gravitasi. Jika penderita berdiri cairan akan terkumpul di tungkai dan kaki. Jika penderita berbaring, cairan akan terkumpul di punggung atau perut. Sering terjadi penambahan berat badan sebagai akibat dari penimbunan air dan garam.

c.   Mekanisme utama lainnya adalah pembesaran otot jantung (hipertrofi).
Otot jantung yang membesar akan memiliki kekuatan yang lebih besar, tetapi pada akhirnya bisa terjadi kelainan fungsi dan menyebabkan semakin memburuknya gagal jantung.

2.5 Patofisiologi        
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat., maka volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel . Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena ; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi – adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien – pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner. Aktivasi sistem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer: adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ – organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin – angiotensin – aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
(Soeparman: 2000)
           








2.6 Manifestasi Klinis
Menurut Hudak & Gallo (1997), tanda dan gejala gagal jantung kiri dan kanan:
1.               Gagal Jantung Kiri
·       Kongesti vascular pulmonal: disebabkan peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru sehingga cairan terdorong ke jaringan paru
·       Dispnea: perasaan tidak enak yang berhubungan dengan kesulitan pernafasan yang disadari dan dirasakan perlu upaya tanbahan bernafas dalam mengatasi kekurangan udara
·       Ortopnea: sesak nafas yang timbul pada sikap berbaring
·       Dispnea Nokturnal Paroksismal (DNP): dispnea yang terjadi pada malam hari yang disebabkan karena gagal ventrikel kiri yang berlanjut
·       Batuk iritasi: salah satu gejala dari kongesti vaskular pulmonal dimana gejala ini dihubungkan dengan kongesti mukosa bronkial dan berhubungan dengan peningkatan produksi mukus
·       Edema pulmonal akut: terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang cenderung mempertahakan cairan di dalam saluran vaskular (kurang lebih 30mmHg)
·       Penurunan curah jantung: timbul pada tingkat curah jantung rendah kronik dengan keluhan lemah, mudah lelah, apatis, letargi, kesulitan berkonsentrasi, defisit memori, atau penurunan toleransi latihan
·       Gallop atrial-S4: terdengar bila ventrikel membesar atau hipertropi sehingga ada tahanan pengisian
·       Gallop ventrikel-S3: terdengar pada awal diastolik setelah bunyi jantung kedua (S2) dan berkaitan dengan periode pengisian ventrikel pasif yang cepat
·       Crackles paru: ronki basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior paru sering dikenali sebagai bukti gagal ventrikel kiri
·       Disritmia: peningkatan frekuensi jantung sebagai respon awal jantung terhadap stres, sinus takikardi mungkin dicurigai, dan sering ditemukan pada pemeriksaan pasien dengan kegagalan pompa jantung
·       Bunyi napas mengi:
·       Pulsus alternans: denyut nadi yang kuat dan lemah muncul bergantian
·       Peningkatan berat badan: terjadi karena pembengkakan (udem) akibat penimbunan air dan garam
·       Pernapasan Cheyne-Stokes: pernafasan yang ditandai dengan hiperpnea periodik di selang fase apnea. Dan disebabkan oleh anoksemia ringan pada susunan saraf pusat karena curah jantungnya menurun

2.               Gagal Jantung Kanan
·       Curah jantung rendah: gagal vebtrikel kanan ditandai dengan keluhan cepat lelah, kelemahan, letargi, atau kesulitan dalam berkonsentrasi
·       Distensi vena jugularis: disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan pengisian pada sisi kanan jantung.
·       Edema dependen: dimulai pada kaki dantumit dan secara bertahap bertambah ke atas tungkai dan paha dan akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah. Edema sakral sering terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena daerah sakral menjadi daerah yang dependen. Pitting Edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan dengan ujung jari, baru jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan sebanyak 4,5 kg.
·       Disritmia: peningkatan frekuensi jantung sebagai respon awal jantung terhadap stres, sinus takikardi mungkin dicurigai, dan sering ditemukan pada pemeriksaan pasien dengan kegagalan pompa jantung
·       Hepatomegali: Nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila posisi ini berkembang maka tekan  dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan ascites. Pengumpulan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan distress pernapasan.
·       Anoreksia : hilangnya selera makan dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen.
·       Nokturia: rasa ingin kencing pada malam hari terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring.
·       Lemah: menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
2.7  Potensial Komplikasi
    Terdapat beberapa komplikasi gagal jantung yang menimbulkan masalah kolaborasi antara perawat dan tim medis lain, yaitu:
1.                       Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan
gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40 % atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vokal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan supply oksigen miokardium.

2.                       Episode tromboemboli
Kurangnya mobilitas pasien penyakit jantung dan adanya gangguan sirkulasi yang menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan thrombus intrakardial dan intravaskuler. Begitu pasien meningkatkan aktivitasnya setelah mobilitas lama, sebuah trombus dapat terlepas (dinamakan embolus) dan dapat terbawa ke otak, ginjal, usus, dan paru. Episode emboli yang tersering adalah emboli paru. Gejala emboli paru meliputi nyeri dada, sianosis, napas pendek dan cepat serta hemoptisis (dahak berdarah). Emboli paru akan menyumbat sirkulasi ke bagian paru, menghasilkan suatu daerah infark paru. Nyeri yag dirasakan bersifat pleuritik, artinya akan semakin nyeri saat bernapas dan menghilang saat pasien menahan napasnya. Namun demikian, nyeri jantung akan tetap berlanjut dan biasanya tidak dipengaruhi oleh pernapasan. Emboli sistemik dapat berasal dari ventrikel kiri. Sumbatan vaskuler dapat menyebabkan stroke atau infark ginjal, juga dapat mengganggu suplay darah ke ekstremitas.

3.                       Efusi dan tamponade pericardium
Efusi pericardial mengacu pada masuknya cairan ke dalam kantung pericardium. Kejadian ini biasanya disertai dengan pericarditis, gagal jantung, atau bedah jantung. Secara normal, kantung pericardium berisi cairan sebanyak kurang dari 50 ml. Cairan pericardium akan terakumulasi secara lambat tanpa menyebabkan gejala yang nyata. Namun demikian, perkembangan efusi yang cepat dapat meregangkan pericardium sampai ukuran maksimal dan menyebabkan penurunan curah jantung serta aliran balik vena ke jantung. Hasil akhir proses ini adalah tamponade jantung.
( Brunner & Suddarth: 2002)

2.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doengoes (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu:
·       Elektrokardiogram (EKG)
Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia,takikardi, fibrilasi atrial.
·       Skan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding .
·        Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram dopple)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/
struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas ventrikular.
·        Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi.
·        Rongent dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal.
·           Enzim hepar
Meningkat dalam gagal / kongesti hepar.
·           Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan / penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretik.
·        Oksimetri nadi
Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut
menjadi kronis.
·        Analisa gas darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
·        Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin
Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN
dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
·        Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pre
pencetus gagal jantung kongestif.

2.9 Penatalaksanaan
1. Terapi farmakologis
·       Pemberian digitalis
Membantu kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresis akan mengurangi edema. Pada saat pemberian ini pasien harus dipantau terhadap hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema perifer. Apabila terjadi keracunan ditandai dengan anoreksia, mual dan muntah namun itu gejala awal selanjutnya akan terjadi perubahan irama, bradikardi kontrak ventrikel premature, bigemini (denyut normal dan premature saling berganti), dan takikardia atria proksimal.

·          Pemberian diuretik
Untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal. Bila sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak mengganggu istirahat pasien pada malam hari, intake dan output pasien harus dicatat mungkin pasien dapat mengalami kehilangan cairan setelah pemberian diuretic, pasien juga harus menimbang badannya setiap hari turgor kulit untuk menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi.

·          Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif merupakan
pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung untuk mengurangi
impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel.


·          Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-hati depresi
pernapasan

·          Pemberian Oksigen

(Mansjoer: 2001)

2. Secara non-farmakologis
·          Istirahat/ Tirah baring
·          Diet makanan lunak dan rendah garam
·          Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita dengan kegemukan.
·           Pembatasan konsumsi alkohol dan rokok, serta pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung kongestif berat.
·          Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal.















                                                                                      






BAB III
STUDI KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN
Nama                   : Tn. H
Jenis Kelamin      : Laki-laki
Umur                   : 66 Tahun
Status Perkawinan: Kawin
Agama                 : Islam
Pendidikan           : S-1
Pekerjaan             : Pensiunan
Alamat                 : Jl. Pahlawan No. 22 Rambutan
Tanggal Masuk RS: 19 Maret 2010
No. Register        : 42.38.91
Ruangan/ Kamar : CVCU
Golongan Darah  : -
Tanggal Pengkajian: 20 Maret 2010
Tanggal Operasi  : -
Diagnosa Medis  : CHF FC III  + DM TIPE II  

Analisa
Diagnosa medis mengatakan bahwa pasien menderita :
1.                                      CHF (Congestif Heart Failure) FC III yang artinya pasien menderita gagal jantung
kongestif grade III yaitu timbul gejala sesak nafas pada aktivitas ringan (menurut New York Heart Association) dan edema pulmonal akut ( menurut Killip )
2.                                      DM tipe II
Hal ini berhubungan dengan komplikasi kronis DM tipe II yang mengakibatkan terjadinya penyakit makro vaskular, salah satunya adalah penyakit arteri koroner.

3.2    KELUHAN UTAMA
Sesak nafas dialami pertama kali satu bulan yang lalu setelah pasien ada riwayat operasi katarak. Sesak nafas muncul bila ada aktivitas ringan, berjalan beberapa langkah dan berkurang bila pasien berhenti jalan (istrahat). Sebelumnya ± 7 hari yang lalu pasien sempat dirawat selama ± 5 hari di RS MF dengan keluhan yang sama. Riwayat kaki bengkak disangkal pasien.

Analisa
Manifestasi utama CHF adalah sesak nafas yaitu ketika pasien sedang melakukan aktivitas ringan.

3.3 RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
A.                      Provocative/ palliative
1.     Apa penyebabnya ?
Beraktivitas ringan
2.     Hal-hal yang memperbaiki keadaan?
Istrahat
B.    Quantity/ quality
1.     Bagaimana yang dirasakan ?
Seperti ditekan beban berat
2.     Bagaimana dilihat?
Pernafasan menggunakan alat bantu pernafasan O2 terpasang 3-4 L
C.    Region
1.     Dimana lokasinya ?
Dada
2.     Apakah menyebar ?
Tidak
D.    Severity (mengganggu aktivitas)
Ya
E.     Time (kapan mulai timbul dan bagaimana terjadinya)
± 1 bulan yang lalu

3.4 RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
A.                      Penyakit yang pernah dialami
DM + Katarak
B.                      Pengobatan/ tindakan yang dilakukan
Operasi Katarak
C.  Pernah dirawat/ operasi
Ya
D.  Lamanya dirawat
± 7 hari yang lalu
E.   Alergi
Tidak ada
F.   Imunisasi
-

3.5 RIWAYAT/ KEADAAN PSIKOSOSIAL
A.      Bahasa yang digunakan
                Bahasa Indonesia
B.      Keadaan emosi
                Klien tampak  bersemangat
C.      Perhatian terhadap orang lain/ lawan bicara
                Klien tampak kooperatif, semangat, dan dapat memahami anjuran dari dokter dan perawat
D.      Hubungan dengan keluarga
                Terbuka dan kooperatif, keluarga mendampingi selama opname di RS
E.      Hubungan dengan saudara
                Terbuka dan kooperatif, keluarga mendampingi selama opname di RS
F.       Hubungan dengan orang lain
                Terbuka dan kooperatif
G.      Kegemaran
                Membaca
H.      Daya adaptasi
                Klien dapat beradaptasi dengan lingkungan baru di RS
I.        Mekanisme pertahanan diri
                Klien taat beribadah




3.6  PEMERIKSAAN FISIK
  1. Keadaaan umum
Compos mentis, nyeri dada, sesak, lemah
B.    Tanda-tanda vital
Suhu tubuh   : 36,8                                       TB       : 164
Nadi             : 64 x/ mnt                              RR       : 23 x/ i
TD                : 123 / 53                                 BB       : 55 kg
C.    Pemeriksaan kepala dan leher
1.     Kepala dan rambut
Kepala
1.     Bentuk                                             : bulat simetris
2.     Ubun-ubun                                       : teraba keras
3.      Kulit kepala                                                : bersih
Leher
a.      Penyebaran dan keadaan rambut     : merata
b.     Bau                                                   : tidak ada
c.      Warna kulit                                      : sawo matang
Wajah
a.      Warna kulit                                      : sawo matang
b.     Struktur wajah                                 : oval
2.     Mata
1.     Kelengkapan dan kesimetrisan
Lengkap dan simetris
2.     Palpebra
Anemia ka/ki, -/-
3.     Konjungtiva dan sclera
Ikteri ka/ki, -/-
4.     Pupil
Normal, isokor
5.     Cornea dan iris
Normal, tidak ada kelainan
6.     Visus
Klien dapat melihat benda dan lingkungan disekitarnya
7.     Tekanan bola mata
Normal, tidak ada kelainan

3.     Hidung
1.     Lubang hidung
Lengkap dan simetris
2.     Cuping hidung
Tidak ada pernafasan cuping hidung
4.     Telinga
1.     Bentuk telinga                     : normal, tidak ada kelainan
2.     Ukuran telinga                     : normal, tidak ada kelainan
3.     Lubang telinga                     : normal, bersih, tidak ada kelainan
4.     Ketajaman penglihatan       : klien dapat mendenganr suara dengan
  Jelas
5.     Mulut dan faring
1.     Keadaan bibir                      : mukosa tampak kering
2.     Keadaan gusi dan gigi         : bersih, tidak ada masalah
3.     Keadaan lidah                      : bersih, tidak ada masalah
4.     Orofaring                             : tidak ada masalah
D.    Pemeriksaan integumen
1.     Kebersihan                                 : bersih, tidak ada masalah
2.     Kehangatan                                : suhu afebris, tidak ada masalah
3.     Warna                                        : sawo matang
E.     Pemeriksaan thoraks/ dada
1.     Inspeksi toraks
a.      Bentuk thoraks                    : normal
b.     Pernafasan Frekuensi          : 23 x/ i
c.      Irama                                    : irregular
d.     Tanda kesulitan bernafas    : retraksi iga  

Analisa
Dengan adanya irama yang irruguler dan retraksi iga menunjukkan pasien mengalami kesulitan bernafas.
2.     Pemeriksaan paru
a.      Palpasi getaran suara           : melemah sebelah kanan
b.     Perkusi                                 : sonor

Analisa : getaran suara paru sebelah kanan melemah menunjukkan adanya edema paru.                                                                                                         
F.     Pemeriksaan abdomen
1.     Inspeksi
Bentuk abdomen            : normal, tidak ada kelainan
2.     Auskultasi
Peristaltik usus              : 10 x/ mnt

3.7  HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
A.            Laboratorium
Tanggal                     : 20 Maret 2010                                    Nilai normal
Na                             = 152 mEq/ L                                       135 - 155
K                              = 4,7  mEq/ L                                       3,6 – 5,5
Cl                              = 127 mEq/ L                                       96 - 106
KGD                         = 185,2 mg/ dl                                      < 200
Cholesterol                = 63,5 mg/ dl                                        10 - 200
Trigliserida                = 93,5 mg/ dl                                        40 - 200
HDL Cholesterol        = 10,5 mg/ dl                                        35 -55
LDL Cholesterol        = 28,4 mg/ dl                                        10 - 100
Glukosa                     = 90,4 mg/ dl                                        60 – 115

Analisa Kasus
·         Klorida meningkat
Klorida adalah suatu anion yang umumnya banyak terdapat dalam cairan ekstraseluler, dan berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan cairan tubuh, osmolalitas cairan tubuh (dengan natrium), dan keseimbangan asam basa. Sebagian besar klorida yang dikonsumsi berikatan dengan natrium (natrium klorida atau NaCl atau garam).
Peningkatan nilai klorida dapat menyebabkan asidosis metabolik yang berakibat penurunan kontraktilitas jantung. Tanda dan gejala hiperkloremia mirip dengan asidosis yaitu lemah, letargi, pernafasan cepat, kuat dan dalam.
·         HDL Cholesterol yang rendah
High Dencity Lipoprotein disebut lemak baik yang terdiri dari 50% protein dan membantu mengurangi penimbunan plaque dalam pembuluh darah. Semakin rendah nilai HDL maka semakin tinggi resiko terhadap PJK.
  1. Roentgen
Thoraks            : CTR 48 %, Cardio Toracic Ratio ( 50 = normal; > 50 = abnormal)
Normalnya     : 40 – 50 %

  1. ECG
SR                 : - (iskemik anterior lateral)      
QRS              : 72 x / i
QRS              : axis RAD
Print              : 0,20
QRS durasi    : 0,08
Time             : V3 – V6
LVH              : -
UES              : -

D.    Lain-lain                                                                                              Nilai normal
WBC ( White Blood Cell )     = 13,7 K/VL                                         0,00 - 100
NEU ( Neutrofil )                   = 11,8                                                   0,00 - 100
LYM ( Limposit )                  = 695                                                    0,00 - 100
MONO ( Monosit )                = 1,15                                                   0,00 - 100
EOS ( Eosinofil )                   = 026                                                    0,00 - 100
BASO ( Basofil )                    = 067                                                    0,00 - 100
RBC  ( Red Blood Cell )         = 3,23 M/ UL                                        0,00 – 10,0
MEB                                     = 9,12 g/Dl                                           0,00 - 100
HCT                                      = 26,1 %                                               0,00 - 100
MCV
               ( Mean Corpuscular Volume )            = 81,0 FL                                             0,00 - 999
MCH
               ( Mean Corpuscular Haemoglobin )    = 28,3 pg                                  0,00 - 100
MCHC
 (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration)= 34,9 g/dL              0,00 - 999
RDW
                ( Red Blood Cell Distribution Width )           = 13,6 %                                   0,00 - 100
PLT                                                   = 332 K/ UL                                                    
MPV                                                 = 7,58 FL
LED ( Laju Endapan Darah )              = 750
CRP                                                  = +

3.8  Obat- obatan
Nama Obat
Dosis
Indikasi Obat
Efek Samping Obat
1.   Plavix 75 mg
1x4
Pasien jantung, stroke atau penyakit arteri perifer, untuk mengurangi terjadinya aterosklerosis. sebagai pengencer darah agar tidak ada penyumbatan pada pembuluh darah.
Perdarahan saluran cerna, napas, hidung, mata, kulit . Gangguan lambung usus (sakit perut, mual, muntah, diare atau obstipasi)
2.   Aspilet 80 mg

1x1
Untuk menurunkan demam, meringankan sakit kepala, sakit gigi dan nyeri otot
Nyeri ulu hati, ulkus dan perdarahan saluran cerna, hepatotoksik terkait dosis, perpanjangan masa perdarahan dan syndrome Reye
3.   ISDN 5 mg
(Isosorbide Dinitrat)
3x1

Pengobatan angina pektoris, pencegahan serangan angina pada pasien dengan penyakit koroner kronis, pengobatan gangguan angina setelah infark miokardial.  
Glaukoma, perdarahan otak, hipotensi dengan tekanan sistolik rendah, kegagalan sirkulasi akut, infark miokardial akut dengan tekanan pengisian rendah.  


4.   Captopril 6.25 mg
3x1
Untuk hipertensi berat hingga sedang
Untuk gagal jantung yang tidak cukup responsif atau tidak dapat dikontrol dengan diuretik dan digitalis,
menimbulkan proteinuriapenderita dengan penyakit ginjal
Dapat tejadi sindroma nefrotik serta membran glomerulopati pada penderita hipertensi
5.   RRimvastasin 20 mg


mengurangi kolesterol LDL yang meninkat pada penderita dengan hiperkolesterolemia campuran dan hipertrigliseridemia
·        Sakit kepala, konstipasi, nausea, flatulen, diare, dispepsia, sakit perut, fatigue, nyeri dada dan angina.
·        Astenia, miopathy, ruam kulit, rhabdomyolisis, hepatitis, angioneurotik edema terisolasi.
6.   BBisoprolol

hipertensi,
bisa digunakan sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan antihipertensi lain.
·        Sistem saraf pusat: dizziness, vertigo, sakit kepala, parestesia, hipoaestesia, ansietas, konsentrasi berkurang.
·        Sistem saraf otonom: mulut kering.
·        Kardiovaskular: bradikardia, palpitasi dan gangguan ritme lainnya, cold extremities, klaudikasio, hipotensi, hipotensi ortostatik, sakit dada, gagal jantung.
·        Psikiatrik: insomnia, depresi.
·        Gastrointestinal: nyeri perut, gastritis, dispepsia, mual, muntah, diare, konstipasi.
·        Muskuloskeletal: sakit otot, sakit leher, kram otot, tremor.























BAB IV
ANALISA KASUS

4.1 ANALISIS DATA
No.
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
1.
DS : Pasien mengatakan Sesak nafas muncul bila ada aktivitas ringan

DO :
RR=23x/menit
Irama : irreguler
Retraksi iga
Menggunakan alat bantu pernafasan O2 terpasang 3 – 4 L

Penurunan kontraktilitas ventrikel
 

Peningkatan volume residu ventrikel

Aliran balik vena pulmonal
                                         
Akumulasi cairan pada jaringan paru

Gangguan fungsi paru

Sesak nafas
Sesak nafas
2.











3.










4.
DS  :
DO :  Tekanan Darah: 123 / 53








DS  : -
DO : getaran suara paru sebelah kanan melemah







DS  : Pasien mengatakan sesak nafas muncul bila ada aktivitas ringan
DO : Tekanan Darah: 123 / 53 
Peningkatan beban jantung baik preload maupun afterload

Penurunan kemampuan kontraktilitas miokardium


 

Penurunan cardiac output

 Resiko penurunan perfusi jaringan perifer

Penurunan cardiac output

Peningkatan venous return dengan pengaktifan sistem RAA

Retensi air dan natrium

Edema paru

Penurunan cardiac output

Kelelahan dan Dispnea

Intoleransi aktifitas

Resiko penurunan perfusi jaringan perifer









Edema paru
















Intoleransi aktifitas









4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.       Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti cairan alveolar ditandai dengan ketidaknormalan irama dan kedalaman pernafasan
b.       Resiko penurunan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan stasis vena ditandai dengan perubahan tekanan darah.
c.       Edema paru berhubungan dengan gagal jantung ditandai dengan dispnea dan perubahan tekanan darah, getaran suara paru sebelah kanan melemah.
d.       Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 ditandai dengan perubahan tekanan darah dan perubahan EKG

No.
Dx.Kep
Tujuan/Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.
·       Pasien mampu mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat  pada jaringan ditunjukkan oleh GDA /oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan .
·       Berpartisipasi  dalam program pengobatan dalam batas kemampuan /situasi.



















Mandiri
 Auskultasi bunyi napas , catat krekels,mengi.




Anjurkan pasien batuk efektif, napas dalam


Dorong perubahan posisi sering. Pertahankan duduk dikursi/tirah baring dengan kepala tempat tidur tinggi 20-30 derajat , posisi semifowler . sokong tangan dengan bantal.

Kolaborasi
Pantau/gambarkan seri GDA ,nadi oksimetri




Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi .


Berikan obat sesuai indikasi:
Diuretic     
     

Menyatakan adanya kongesti paru,/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk  intervensi lanjut

Membersihkan jalan napas danmemudahkan aliran napas.

Membantu mencegah atelektasisdan pneumonia. 
Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan dan  menungkatkan  inflamasi paru maksimal.



Hipoksemia dapat menjadi berat  selama edema paru.. perubahan kompensasi biasanya ada pada GJK kronis.

Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar,yang dapat meningkatkan /menurunkan hipoksemia jaringan.
Menurunkan kongesti alveolar , meningkatkan pertukaran gas.



No.
Dx.Kep
Tujuan/Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
2.
· Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (frekuensi nafas reguler ) dan bebas gejala gagal jantung (mis, parameter hemodinamik dalam batas normal.
· Menunjukkan penurunan episode dispnea.
· Ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung.

Mandiri
Pantau TD








Berikan istirahat semi rekumben pada tempat tidur atau kursi. Kaji dengan pemeriksaan fisik sesuai indikasi.




Berikan istirahat psikolog dengan lingkungan tenang; menjelaskan manajemen medik/ keperawatan ; membantu pasien menghindari  situasi stress , mendengar /berespon terhadap perasaan takut.

Berikan pispot disamping tempat tidur. Hindari aktifitas respons valsalva, contoh mengejan selama defekasi, menahan nafas selama perubahan posisi.




KOLABORASI
Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal /masker  sesuai indikasi .


Berikan obat sesuai indikasi:






 Vasodilator , contoh nitrat (nitro-dur , isodril); arteriodilator, contoh hidralazin (apresolin); kombinasi obat , contoh prasozin (minippres);



Captopril (capoten)







Morfi sulfat; aspilet








Antikoagulan , contoh plavix









Pembesaran cairan IV , pembatasan jumlah total sesuai indikasi . hindari cairan garam.








Pantau/ganti  elektrolit.







Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.










Pantau pemeriksaan laboratorium , contoh BUN, kreatinin.

Pemeriksaan fungsi hati(AST/LDH)




PT/APTT/pemeriksaan koagulasi.



Siapkan untuk insersi /mempertahankan  alat  pacu jantung , bila diindikasikan .





Siapkan  pembedahan sesuai indikasi.






Pada GJK dini, sedang atau kronis TD dapat meningkat sehubungan dengan SVR. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tak dapat normal lagi.

Istirahat fisik harus dipertahankan selama GJK akut atau refraktori untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan kebutuhan /konsumsi oksigen miokard dan kerja berlebihan.

Stress emosi menghasilkan  vasokontriksi , yang meningkatkan TD dan meningkatkan frekuensi/ kerja jantung.




Pispot digunakan untuk menurunkan kerja ke kamar mandi atau kerja keras  menggunakan bedpan. Maneuver valsalva  menyebabkan rangsang vagal diikuti dengan takikardi , yang selanjutnya berpengaruh pada fungsi jantung /curah jantung.

Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk merlawan hipoksia /iskemia.

Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas , dan menurunkan kongesti.

Vasodilator digunakan ukntuk meningkatkan curah jantung ,menurunkan volume sirkulasi (vasodilator) dan tahanan vascular sistemik (arteridilator) , juga kerja  ventrikel.

Inhibitor ACE dapat digunakan untuk mengontrol gagal jantung dengan menghambat konversi angiotensin dalam paru dan menurunkan konstriksi , SVR, dan TD.

Penurunan tahanan vascular dan aliran balik vena  menurunkan kerja miokard . menghilangkan cemas dan mengistirahatkan  siklus umpan balik cemas/pengeluaran katekolamin /cemas.

Dapat digunakan secara profilaksis untuk mencegah  pembentukan thrombus/emboli pada adanya factor resiko seperti stasis  vena , tirah baring , disritmia jantung , dan riwayat episode trombolik sebelumnya .

Karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri , pasien tidak dapat mentoleransi peningkatan volume cairan (preload) . pasien GJK juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi  cairan dan meningkatkan kerja miokard.

Perpindahan cairan dan penggunaan diuretic dapat mempengaruhi elektrolit (khususnya kalium dan klorida) yang mempengaruhi irama jantung dan kontraktilitas.

Depresi segmen ST dan datarnya  gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen miokard , meskipun tak ada penyakit arteri koroner . foto dada dapat menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan kongesti pulmonal.


Peningkatan BUN  dan kreatinin menunjukkan hipoperfusi/gagal ginjal.

AST/LDH dapat meningkat sehubungan dengan kongesti hati  dan menunjukkan kebutuhan untuk obat dengan dosis lebih kecil yang didetoksikasi oleh hati.
Mengukur perubahan pada proses koagulasi atau keefektifan terapi antikoagulan.

Mungkin perlu untuk memperbaiki bradisritmia tak responsive terhadap intervensi obat yang dapat berlanjut menjadi gagal kongesti/menimbulkan edema paru.

Gagal kongestif sehubungan dengan aneurisma ventrikuler  atau disfungsi katup dapat membutuhkan  aneurisektomi atau penggantian katup untuk memperbaiki kontraksi /fungsi miokard.

No.
Dx.Kep
Tujuan/Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
3.
·     Menunjukkan penurunan volume cairan paru, getaran suara paru kembali normal, vital sign dalam rentang yang dapat diterima, dan tidak ada udem
·     Pantau/ hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam






·     Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut





·     Auskultasi bunyi nafas, catat penurunan/ bunyi tambahan seperti cracles atau mengi, catat adanya peningkatan dipsnea, ortopnea, PND atau batuk persisten.










·     Pantau TD dan CVP bila ada.








·     Dorong untuk menyatakan perasaannya sehubungan dengan pembatasan.






·     Pantau foto toraks
·       Terapi diuretik dapat menyebabkan kehilangan cairan tiba-tiba/ berlebihan (hipovolemia) meskipun edema dan asites masih ada
·       Posisi terlentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.

·       Kelebihan volumen cairan sering menimbulkan kongesti paru. Gejala edema paru dapat menunjukkan gagal jantung kiri akut. Gejala pernafasan pada gagal jantung kanan dapat timbul lambat tapi lebih sulit membaik.

·       Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan volume cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
·       Ekspresi perasaan/ masalah dapat menurunkan kecemasan yang dapat mengeluarkan energi dan menimbulkan perasaan lemah.
·       Menunjukkan perubahan indikatif peningkatan/ perbaikan kongestif paru.
No.
Dx.Kep
Tujuan/Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
4.
·       Berpartisipasi pada  aktifitas yang diinginkan , memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri.
·       Mencapai peningkatan toleransi aktifitas  yang dapat diukur , dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan  dan tanda vital DBN selama aktivitas.


Mandiri
Periksa tanda vital sebelum dan setelah aktifitas khususnya bila pasien menggunakan vasodilator , diuretik, penyekat beta.




Catat respon kardiopulmonal terhadap aktifitas, catat takikardi , disritmia, dispnea, berkeringat pucat.










Kaji presipitator /penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri,obat.









Evaluasi peningkatan intoleran aktifitas.




Berikan bantuan dalam aktifitas perwatan diri sesuai indikasi . selingi periode aktifitas  dengan periode istirahat.

Kolaborasi 
Implementasikan program rehabilitasi  jantung/aktifitas



Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan  (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.

Penurunan /ketidakmammpuan  miokardium untuk  meningkatkan volume sekuncup  selama aktifitas , dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung  dan kebutuhan oksigen , juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.

Kelemahan adalah efek samping  beberapa obat (betablocker , Traquielizer, dan sedative).nyeri dan program penuh  stress juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.

Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktifitas .

Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress miokard /kebutuhan oksigen berlebihan.

Peningkatan bertahap  pada aktifitas menghindari kerja jantung /konsumsi oksigen berkebihan . penguatan  dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress , bila disfungsi jantung tidak dapat membaik  kembali.



DAFTAR PUSTAKA
Asih, Yasmin. 1996. Proses Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: EGC
Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC
Hudak, Carolyn M. 1997. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I. Jakarta: EGC
Joewono, Boedi Soesetyo. 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University Press
Jota, Santa. 2001. Diagnosis Penyakit Jantung. Jakarta: Widya Medika
LeeFever, Joyce. 1997. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: EGC
Lewis, et al. 2000. Medical-Surgical Nursing: Assesment and Management of Clinical Problem. 5th Ed. Volume I. USA: Mosby
Ruhyanudin, Faqih. 2007. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Malang: UMM Press
Smeltzer C.S. & Bare B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8, volume 2. Jakarta: EGC
Sokolow, Maurice & Mcllroy Malcolm. 1986. Clinical Cardiology. 4th Ed. California: Lange Medical Publication
Sudoyo, Aru W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV. Jakarta: UI Press
Thaler, Malcolm S. 2000. Satu-satunya Buku EKG yang Anda Perlukan. Edisi 2. Jakarta: Hipokrates
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar